Nasib BUMDes Setelah Koperasi Desa Lahir: Sinergi atau Persaingan Baru?

Ilustrasi: DALL-E




Dalam beberapa tahun terakhir, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) telah menjadi instrumen utama dalam menggerakkan perekonomian desa. Dengan dukungan penuh dari pemerintah, BUMDes diharapkan mampu menciptakan kemandirian ekonomi bagi masyarakat desa melalui berbagai usaha produktif. Namun, munculnya Koperasi Desa, yang kini semakin didorong oleh pemerintah, menimbulkan pertanyaan: Bagaimana nasib BUMDes setelah koperasi desa lahir? Apakah ini akan menjadi sinergi baru atau justru menimbulkan persaingan yang tidak sehat?

Sejak diperkenalkan melalui Undang-Undang Desa, BUMDes telah menjadi andalan dalam upaya pengembangan ekonomi desa. BUMDes berperan sebagai entitas bisnis yang dikelola oleh desa dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa bidang usaha yang dikelola BUMDes meliputi pengelolaan air bersih dan listrik desa, unit usaha perdagangan dan pertanian, jasa keuangan mikro, serta pariwisata berbasis desa.

Namun, dalam perjalanannya, banyak BUMDes yang menghadapi tantangan besar seperti pengelolaan yang kurang profesional, keterbatasan modal, dan minimnya pendampingan teknis. Akibatnya, banyak BUMDes yang tidak berkembang dan justru menjadi beban bagi desa.

Pemerintah kini mulai mendorong Koperasi Desa sebagai alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep koperasi desa ini mengadopsi prinsip ekonomi gotong royong dengan sistem simpan pinjam, distribusi sembako, hingga pengelolaan usaha produktif lainnya.

Kelebihan koperasi desa dibandingkan BUMDes adalah lebih fleksibel dalam mengelola usaha, dimiliki dan dikelola langsung oleh anggota masyarakat, berorientasi pada kesejahteraan anggota bukan hanya keuntungan desa, serta dapat mengakses sumber permodalan lebih luas, termasuk dari anggota dan lembaga keuangan.

Namun, ada kekhawatiran bahwa koperasi desa ini justru akan menyaingi peran BUMDes dalam mengelola ekonomi desa. Jika tidak dikelola dengan baik, bisa terjadi persaingan yang justru melemahkan keduanya.

Agar BUMDes dan Koperasi Desa dapat berjalan berdampingan tanpa saling melemahkan, perlu ada sinergi yang jelas antara keduanya. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain BUMDes sebagai pengelola usaha besar sedangkan Koperasi Desa untuk usaha mikro. BUMDes bisa mengelola sektor-sektor strategis seperti pengelolaan air desa, wisata desa, atau perdagangan skala besar, sementara itu Koperasi Desa lebih fokus pada usaha kecil yang berbasis keanggotaan masyarakat.

BUMDes juga dapat berperan sebagai penyedia modal bagi Koperasi Desa. Jika memiliki keuntungan besar, BUMDes dapat mengalokasikan sebagian keuntungan untuk membantu permodalan koperasi desa, sehingga terjadi siklus ekonomi yang sehat. Selain itu, kolaborasi dalam pemasaran dan distribusi juga menjadi strategi yang bisa dilakukan. Produk-produk dari anggota Koperasi Desa bisa dipasarkan melalui jaringan usaha yang dimiliki BUMDes, sehingga menciptakan pasar yang lebih luas.

Regulasi yang mendukung integrasi juga menjadi hal penting. Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi yang ada tidak membuat kedua entitas ini tumpang tindih, tetapi justru saling melengkapi.

Lahirnya Koperasi Desa memang membawa harapan baru bagi perekonomian desa, tetapi juga menjadi tantangan bagi keberlanjutan BUMDes. Jika tidak ada koordinasi yang baik, kedua lembaga ini bisa saling bersaing dan justru melemahkan ekonomi desa. Sebaliknya, jika dikelola dengan sinergi yang tepat, BUMDes dan Koperasi Desa bisa menjadi dua pilar utama dalam mewujudkan desa yang mandiri dan sejahtera.

Bagaimana pendapat Anda? Haruskah BUMDes dan Koperasi Desa berjalan bersama atau tetap dipisahkan?

(Oleh: Ir. H. Indra Utama M.PWK., IPU, Ketua Umum DPP ABPEDNAS, Bendahara Umum Asosiasi Desa Bersatu dan CEO Journalist Media Network)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال